Rabu, 06 Mei 2015

London



    Aku ingat janji itu. Mana mungkin aku bisa lupa? Otakku tidak di setting untuk melupakan hal sepenting itu. Seperti tahun lalu, tahun ini pun aku menunggunya di depan menara Big Ben. Karena hari itu dia mengajakku melihat kembang api yang setiap pergantian tahun selalu meriah ditonton oleh ratusan warga London.

            Aku tahu Tony tidak akan mungkin lupa dengan janji yang dibuatnya. Dan yang bisa kulakukan adalah menunggunya dimalam tahun baru 2 kali berturut-turut, berharap dapat bertemu dengan sosoknya yang sangat aku rindukan.

           Tak ingin rasanya aku kembali ke Indonesia, aku harus memastikan bertemu dengan Tony terlebih dahulu. Memastikan perasaanku, perasaanya, perasaan kami. Alex sudah menasehatiku berkali-kali untuk segera pulang ke Indonesia dan melupakan Tony yang tidak menepati janjinya. But my heart tells I have to wait and stay here for my true love. Meskipun aku tahu akan sakit menunggu tanpa kabar dan kepastian yang jelas dari Tony.
            30 Desember 2012 dia menemuiku. Wajahnya, senyumnya bahkan kehangatan pelukannya masih bisa kurasakan dengan jelas.

         “Kamu sakit sayang? Wajahmu terlihat pucat” Tanya Tony sambil mengamati wajahku dengan sangat dekat, membuat wajahku memerah karena malu.

          “How’s your day? Aku baik-baik saja, kamu tahu kan aku kurang bersahabat dengan winter.” Jawabku sambil merapatkan sweater wol yang membuatku tetap hangat.
Tiba-tiba Tony menarikku ke dalam pelukannya, lama sekali.

         “Hariku tidak lengkap tanpamu, dan setiap detiknya aku merindukanmu Amara.” Ucap Tony lembut sambil mengelus rambutku yang kubiarkan tergerai.
Ku kecup pipinya dengan lembut dan kuberikan senyuman termanisku untuknya. Tony mengeluarkan kotak kecil dari saku jasnya dan memberikannya kepadaku.

            “Hadiahku untukmu sayang, sini kupakaikan.”

            “A for Amara?”tanyaku

        “Nope, A for Antonio it’s yours. And this is A for Amara” jawab Tony sambil menunjukan kalung dengan inisial sama yang menggantung di lehernya.

          “Terima kasih, I’m a very lucky girl that have you as my boyfriend. Apa rencana kita untuk malam tahun baru?” tanyaku antusias sambil meletakkan jas Tony di gantungan.

           “Bagaimana kalau besok kita ke Menara Big Ben melihat kembang api? Hmm, besok juga ada yang mau aku sampaikan ke kamu.” Ucap Tony dengan ekspresi serius yang membuatku ingin tertawa melihatnya.

            “Apa itu? Kenapa tidak sekarang saja?”tanyaku penasaran sambil menggodanya.

       “Tunggu sampai besok ya Amara, aku janji akan mengatakannya besok di saat pergantian tahun.” Ucap Tony sambil mengedipkan matanya. Yang artinya tak akan ada pembahasan lagi. Dan malam ini kami habiskan dengan keceriaan tak berujung dengan canda tawa.

Dan tak pernah terlintas dalam pikiranku bahwa itu terakhir kalinya. Itu kenangan terakhirku dengan Tony sebelum dia menghilang tanpa jejak.

Kalian tahu hari-hari yang kulewati tanpa dirinya? Neraka! Aku terus mengunjungi tempat-tempat yang sering kami singgahi berharap akan bertemu dengan dirinya di situ.

Ku telusuri London Eye pada hari ini. Hari berikutnya, ku telusuri Trafalgar Square. Berikutnya aku datangi British Museum berlanjut ke Natural History Museum. Yang terakhir ku datangi restaurant F Cooke’s di Hoxton Street. Begitu pula hari-hari berikutnya.

         “Kenapa? Kenapa kamu menghilang Tony?” ucapku merana. Tak sanggup lagi ku bendung air mata yang kini membuat mataku kabur. Aku tak sadar ada seseorang yang duduk dibangku yang biasa Tony duduki.

           “Hai, Am. Still thinking about Tony?” Tanya Alexandra, teman sekaligus sahabat Amara. Alexlah yang selalu menemani Amara semenjak kepergian Tony yang tak terduga.

             “Oh, Alex. Sedang apa di sini?” tanyaku sambil menyeka air mata sembarangan.

         “Kamu tahu bukan julukanku?? Alex The Psychic, jadi aku tahu pasti kamu akan kemari makanya aku pergi kemari dan betul saja bukan.” Jelas Alex seperti biasanya. Ceria bersemangat dan juga mendramatisir.

            “Antonio Rayden, isn’t it? Gosh, it’s been two years Am. Just try to move on, find a new life find a new love. Or you can back to Indonesia, to your fams.” Ucap Alex lagi kepadaku. 

Katanya-katanya membuat air mataku tiba-tiba mengalir. Yang bisa aku lakukan hanya tersenyum lemah kepadanya. 
Aku tahu aku harus melepaskan Tony dari hidupku, tapi bagaimana caranya jika dihatiku hanya tertulis namanya?

            "What should i do? I can forget him with my mind but i can't with my heart Lexi. What should i do? Tell me, tell me please." ucapku merana dan sesak. Dengan air mata yang sudah sepenuhnya memenuhi kedua mataku.

          "Should i call your mom or your brother to pick up you from here? Sebaiknya kamu pulang ke Indonesia, lupakan Tony dan kembalilah ceria seperti Amara yang kukenal dulu. Tidak, sebaiknya aku saja yang mengantarkanmu pulang." Ucap Alex dengan yakin.

 "Ya, memang sebaiknya aku harus pulang ke keluargaku. Sungguh ingin mengantarku ya ke Indonesia? atau ingin melihat kakaku Lex?" ucapku tersenyum jahil sambil menyeka air mataku sembarangan dan tersenyum pada sahabatku ini.

 “Tumben sekali kamu tidak mendebatku? Rindu kampung halamanmu Am? Yah, bagaimanapun juga aku ingin pergi ke Indonesia dan bonusnya bertemu kakakmu” Jawab Lexi tersenyum.





           


1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum Wr wb
    Cerita nya bagus kok... tapi ada beberapa kata yang kurang sreg menurutku. Misal aku yang salah, mohon dibetulkan yaaa ^^
    itu pas bagian “Terima kasih, I’m a very lucky girl that have you as my boyfriend" menurutku lebih sreg “Terima kasih, I’m a very lucky girl who have you as my boyfriend"
    sama bagian ""Should i call your mom or your brother to pick up you from here? " jadi ""Should i call your mom or your brother to pick you up from here? "
    Terima kasih azilaaa :))

    BalasHapus