Aku ingat janji itu. Mana mungkin aku bisa
lupa? Otakku tidak di setting untuk melupakan hal sepenting itu. Seperti tahun
lalu, tahun ini pun aku menunggunya di depan menara Big Ben. Karena hari itu
dia mengajakku melihat kembang api yang setiap pergantian tahun selalu meriah
ditonton oleh ratusan warga London.
Aku tahu Tony tidak akan mungkin
lupa dengan janji yang dibuatnya. Dan yang bisa kulakukan adalah menunggunya
dimalam tahun baru 2 kali berturut-turut, berharap dapat bertemu dengan sosoknya
yang sangat aku rindukan.
Tak ingin rasanya aku kembali ke
Indonesia, aku harus memastikan bertemu dengan Tony terlebih dahulu. Memastikan
perasaanku, perasaanya, perasaan kami. Alex sudah menasehatiku berkali-kali
untuk segera pulang ke Indonesia dan melupakan Tony yang tidak menepati
janjinya. But my heart tells I have to wait and stay here for my true love.
Meskipun aku tahu akan sakit menunggu tanpa kabar dan kepastian yang jelas dari
Tony.
30 Desember 2012 dia menemuiku.
Wajahnya, senyumnya bahkan kehangatan pelukannya masih bisa kurasakan dengan
jelas.
“Kamu sakit sayang? Wajahmu terlihat
pucat” Tanya Tony sambil mengamati wajahku dengan sangat dekat, membuat
wajahku memerah karena malu.
“How’s your day? Aku baik-baik saja,
kamu tahu kan aku kurang bersahabat dengan winter.” Jawabku sambil merapatkan
sweater wol yang membuatku tetap hangat.
Tiba-tiba
Tony menarikku ke dalam pelukannya, lama sekali.
“Hariku tidak lengkap tanpamu, dan
setiap detiknya aku merindukanmu Amara.” Ucap Tony lembut sambil mengelus
rambutku yang kubiarkan tergerai.
Ku
kecup pipinya dengan lembut dan kuberikan senyuman termanisku untuknya. Tony
mengeluarkan kotak kecil dari saku jasnya dan memberikannya kepadaku.
“Hadiahku untukmu sayang, sini
kupakaikan.”
“A for Amara?”tanyaku
“Nope, A for Antonio it’s yours. And
this is A for Amara” jawab Tony sambil menunjukan kalung dengan inisial sama
yang menggantung di lehernya.
“Terima kasih, I’m a very lucky girl
that have you as my boyfriend. Apa rencana kita untuk malam tahun baru?”
tanyaku antusias sambil meletakkan jas Tony di gantungan.
“Bagaimana kalau besok kita ke
Menara Big Ben melihat kembang api? Hmm, besok juga ada yang mau aku sampaikan
ke kamu.” Ucap Tony dengan ekspresi serius yang membuatku ingin tertawa melihatnya.
“Apa itu? Kenapa tidak sekarang
saja?”tanyaku penasaran sambil menggodanya.
“Tunggu sampai besok ya Amara, aku
janji akan mengatakannya besok di saat pergantian tahun.” Ucap Tony sambil mengedipkan
matanya. Yang artinya tak akan ada pembahasan lagi. Dan malam ini kami habiskan
dengan keceriaan tak berujung dengan canda tawa.
Dan
tak pernah terlintas dalam pikiranku bahwa itu terakhir kalinya. Itu kenangan
terakhirku dengan Tony sebelum dia menghilang tanpa jejak.
Kalian
tahu hari-hari yang kulewati tanpa dirinya? Neraka! Aku terus mengunjungi
tempat-tempat yang sering kami singgahi berharap akan bertemu dengan dirinya di
situ.
Ku
telusuri London Eye pada hari ini. Hari berikutnya, ku telusuri Trafalgar
Square. Berikutnya aku datangi British Museum berlanjut ke Natural History
Museum. Yang terakhir ku datangi restaurant F Cooke’s di Hoxton Street. Begitu
pula hari-hari berikutnya.
“Kenapa? Kenapa kamu menghilang
Tony?” ucapku merana. Tak sanggup lagi ku bendung air mata yang kini membuat
mataku kabur. Aku tak sadar ada seseorang yang duduk dibangku yang biasa Tony
duduki.
“Hai, Am. Still thinking about
Tony?” Tanya Alexandra, teman sekaligus sahabat Amara. Alexlah yang selalu
menemani Amara semenjak kepergian Tony yang tak terduga.
“Oh, Alex. Sedang apa di sini?”
tanyaku sambil menyeka air mata sembarangan.
“Kamu tahu bukan julukanku?? Alex The
Psychic, jadi aku tahu pasti kamu akan kemari makanya aku pergi kemari dan
betul saja bukan.” Jelas Alex seperti biasanya. Ceria bersemangat dan juga
mendramatisir.
“Antonio Rayden, isn’t it? Gosh,
it’s been two years Am. Just try to move on, find a new life find a new love.
Or you can back to Indonesia, to your fams.” Ucap Alex lagi kepadaku.
Katanya-katanya membuat air mataku tiba-tiba mengalir. Yang bisa aku lakukan
hanya tersenyum lemah kepadanya.
Aku tahu aku harus melepaskan Tony dari hidupku, tapi bagaimana
caranya jika dihatiku hanya tertulis namanya?
"What
should i do? I can forget him with my mind but i can't with my heart Lexi. What
should i do? Tell me, tell me please." ucapku merana dan sesak. Dengan air
mata yang sudah sepenuhnya memenuhi kedua mataku.
"Should
i call your mom or your brother to pick up you from here? Sebaiknya kamu pulang
ke Indonesia, lupakan Tony dan kembalilah ceria seperti Amara yang kukenal
dulu. Tidak, sebaiknya aku saja yang mengantarkanmu pulang." Ucap Alex
dengan yakin.
"Ya, memang sebaiknya aku harus pulang ke keluargaku.
Sungguh ingin mengantarku ya ke Indonesia? atau ingin melihat kakaku Lex?"
ucapku tersenyum jahil sambil menyeka air mataku sembarangan dan tersenyum pada
sahabatku ini.
“Tumben sekali kamu tidak mendebatku? Rindu kampung halamanmu Am?
Yah, bagaimanapun juga aku ingin pergi ke Indonesia dan bonusnya bertemu
kakakmu” Jawab Lexi tersenyum.
Assalamu'alaikum Wr wb
BalasHapusCerita nya bagus kok... tapi ada beberapa kata yang kurang sreg menurutku. Misal aku yang salah, mohon dibetulkan yaaa ^^
itu pas bagian “Terima kasih, I’m a very lucky girl that have you as my boyfriend" menurutku lebih sreg “Terima kasih, I’m a very lucky girl who have you as my boyfriend"
sama bagian ""Should i call your mom or your brother to pick up you from here? " jadi ""Should i call your mom or your brother to pick you up from here? "
Terima kasih azilaaa :))