Jumat, 08 Mei 2015

Kimi wa Love Story



                                                                                  

          “Lo cari ke sebelah sana dan gue akan cari ke sebelah sini” ucap Rinto kepada Kazehaya yang sedikit banyak mengerti bahasa yang diucapkan oleh Rinto padanya.

Mereka sedang mencari Alena yang mana merupakan adik dari Rinto. Alena menyusul Rinto ke Shibuya dengan maksud untuk mendamaikan Kakaknya dengan Ayahnya yang sempat bertengkar hebat. Lantaran Rinto yang sudah salah paham kepada Ayahnya.

Alena tidak mengenal Jepang sebaik Rinto mengenalnya. Rinto merupakan anak dari istri pertama ayah mereka. Ibu Rinto merupakan orang asli Jepang, beliau meninggal karena sakit leukemia. Dan setelah itu Ayah Alena kembali ke Indonesia dan menikah dengan Marina dan melahirkan Alena.

Meski hanya saudara tiri, Rinto sangat menyayangi Alena. Begitu pula dengan Alena yang sangat menyayangi kakaknya. 

          “Bagaimana Kazehaya? Sudah menemukan Alena?” Tanya Rinto di telponnya dengar gusar.
               “Aku menemukannya aku menemukannya, Alena sedang berdiri di depan patung Hachiko dan terlihat sedih. Segeralah kemari” tutup Kazehaya di telpon dan berjalan menuju Alena.

Apa yang sedang kamu pikirkan Alena? Kenapa kamu tampak murung? Batin Kazehaya.

        “Hai Alena chan, kamu sedang apa?” Tanya Kazehaya yang sudah berdiri di samping Alena. Membuat gadis itu sedikit terkejut hingga membuatnya akan jatuh ke samping jika Kazehaya tidak cekatan menangkap tubuhnya.

          “Eeeeeh, Kazehaya kun. Eeeee, kok kamu bisa ada di sini? Onii chan dimana?” ucap Alena gugup karena merasa takut akan dimarahi dan juga karena terlalu dekat dengan Kazehaya.

Jangan mendekat lebih dari ini, cukup disitu saja! Jerit batin Alena.

          “Hahaha, kamu kabur atau bagaimana? Nah sekarang beri aku penjelasan” tuntut Kazehaya sambil melipat kedua tangannya di dada.
        “Aku, aku tidak kabur kok,  aku hanya sedih saja. Coba kalau Akiko san masih hidup, bukan maksudku Ibu masih hidup. Mungkin ada yang bisa menasehati Onii chan, kamu tahu Onii chan itu keras kepala kan. Aku hanya ingin Onii Chan dan Ayah berdamai tidak bermusuhan lagi” jawab Alena dengan wajah sendunya yang tidak cocok sama sekali dengan kepribadian ceria dan hangatnya. Seperti sinar Matahari.

Tiba-tiba saja Kazehaya menarik Alena ke dalam pelukannya.

          “Kazehaya kun..”
       “Aku benci melihat wajahmu saat ini, jika ingin menangis ya menangis saja. Aku selalu bersedia meminjamkan tempat ini, tempat dimana tak ada yang tahu kau sedang menangis. Nah, sekarang..”

          “Kazehaya kun no baka.” Jawab Alena lirih sambil menangis di dalam pelukannya.

        “Ah, gomen. Aku memang bodoh. Nah, anak pintar. Menangis yang puas ya” ucap Kazehaya sambil mengusap lembut rambut dan punggung Alena.

Tak lama kemudian, Rinto sampai dan melihat mereka berdua yang saling berpelukan. Rinto mengenal betul bagaimana Kazehaya yang tidak akan mungkin bersikap seperti lelaki brengsek. Malahan, Rinto tertegun melihat si sobatnya bisa melakukan hal semanis itu kepada perempuan. Dan perempuan itu adik tercintanya.

Ah, kamu jatuh cinta pada adikku kan? Dasar bodoh, pantas saja Kazehaya bertingkah seperti itu. Haha, dasar bodoh. Kazehaya bodoh dan juga Alena. Ah, adikku tercinta.

          “Hmm, apa kalian tidak tahu malu berpelukan di depan umum? Lihatlah, orang-orang mulai menatapi kalian.” Ledek Rinto yang dating tiba-tiba mengagetkan mereka berdua yang langsung melepaskan pelukannya.

          “Onii chan..” jawab Alena dengan berlinang air mata lalu menghambur pergi ke arah Rinto.

             “Hei, kiddo. Kenapa kamu menangis, apa Kaze melakukan sesuatu padamu??”
tanya Rinto yang tidak mengerti mengapa Alena menangis.

          “Ini gara-gara onii chan. Cepatlah berbaikan dengan Ayah, onii chan tau kalau ayah sedang sakit?? Ayah sangat sayang padamu kak dan Ayah juga sangat mencintai Ibu Akiko, jadi tolong berbaikan lah dengan Ayah dan kunjungi beliau di Indonesia,” papar Alena di tengah isakan tangisnya.

           “Haah, baiklah baiklah. Aku akan pulang ke Indonesia dan hentikan tangisanmu itu Lena sayang kumohon. Aku tidak imun dengan tangisa wanita, terutama adikku sendiri,” pinta Rinto pada adiknya itu.

         “Baiklah, asal kakak janji akan ikut pulang denganku besok. Ah iya aku sangat lapar, gara-gara kakak aku tidak makan masakan ibunya Kazehaya yang sangat lezat.” Ucap Alena manja sambil cemberut pada Rinto.

           “Nah, apa kamu ingin makan di sekitar sini atau kembali ke rumah Kaze? Hyaaa, kenapa kau diam saja Kaze? Lidahmu sudah tak berfungsi lagi, ha?” ledek Rinto. 

          “Hmm, kita kerumah Kaze saja kak. Bagaimana Kaze kenapa diam saja?” tanya Alena bingung melihat wajah Kaze yang tampak murung tidak seperti tadi.

      “Ah gomen, silahkan jika ingin makan dirumahku.” Jawab Kazehaya sambil tersenyum.

Kenapa cepat sekali Alena? Bahkan, aku belum sempat mengungkapkan perasaanku padamu? Keluh Kazehaya yang langsung tampak lesu. Memperlihatkan raut wajahnya yang kecewa.

Mereka bertiga berjalan beriringan menyeberangi Shibuya Cross. Dengan Rinto di depan, Alena berada di tengah dan di belakang ada Kazehaya. Karena terlalu banyak penyebrang jalan, sehingga membuat Alena terpisah dengan Rinto. Dalam kebingungannya, tiba-tiba ada yang menggandeng tangan Alena dari belakang.

          “Jangan sampai lepas, berpegangan yang erat ya.” ucap Kazehaya yang menerobos kerumunan orang sambil tersenyum simpul kepada Alena.

Sesampainya di rumah, Alena langsung meminta maaf dan juga berterima kasih kepada Ayah, ibu serta adik Kazehaya karena sudah mau menerimanya di dalam keluarga Miyazaki.

          “Arigatou gozaimasu, Ojiisan to Okaasan to Rina chan. Musim panas ini aku pasti kembali,” janji Alena kepada mereka. 

           "Main lah lagi kemari, pasti akan bibi masakan makan yang sangat lezat untukmu sayang." ucap bibi Aida, ibu Kazehaya.

            "Iya, onee chan. Main kemari lagi ya, nanti nee chan akan Rina ajak ke pantai dan jalan-jalan mengelilingi Shibuya," ucap Rina dengan penuh semangat.
    
         "Sampaikan salamku untuk Ayahmu di Indonesia. Sampaikan juga, kaki Gunung Fuji menantinya di Jepang." ucap Paman Takeda, Ayah Kazehaya.

Dan tiba saatnya aku berpamitan kepada Kazehaya. Tanpa malu aku langsung memeluknya, serta mendekatkan bibirku ke telinganya.

       “Kazehaya kun, atashi wa anata ga daisuki. Ja, Sayounara” ucap Alena berbisik di telinga Kazehaya.


3 bulan kemudian saat musim panas tiba.


Kazehaya berlari dari rumahnya menuju Shibuya cross. Kali ini aku harus bisa mengucapkannya. Tak lama ia sampai, sudah ada sesosok perempuan yang menunggunya. Saat lampu pejalan kaki berwarna hijau, mereka saling mendekati. Tak menghiraukan orang-orang yang melintasi mereka.


          “Atashi mo, atashi wa anata ga daisuki desu Alena Arindihita.” ucap Kazehaya yakin seyakin matahari yang terbit di esok hari.

 Mereka pun berpelukan ditengah persimpangan terpadat di dunia tanpa menghiraukan tatapan mata yang tertuju pada mereka. Seakan di tempat itu hanya ada mereka berdua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar