Sabtu, 21 Januari 2017

Me, You and Our Memories



Sebenarnya lucu untuk mengingat kala pertama perjumpaan kita waktu itu. Kita yang tak saling mengenal, kita yang entah darimana berasal tiba-tiba dipertemukan dalam suatu persimpangan jalan. Sudah berapa lama waktu berlalu sejak kali pertama kita bertemu? Ah, sudahlah aku ini tidak pandai berhitung apalagi menghitung tiap waktu yang terbuang sejak terakhir kali pertemuan kita.

Masih jelas seperti baru kemarin kita saling bertegur sapa dan melempar senyum malu-malu. Namun aku kembali dari lamunanku ke alam nyata, ke masa kini. Ah, begitu nikmatnya ketika harus kembali mengenang ingatan lalu beserta rasa yang terbungkus di dalamnya.

Kamu cukup jenaka untuk seseorang yang baru pertama kali kujumpa, entah kenapa aku selalu tertawa oleh lelucon yang kau lontarkan di pertemuan-pertemuan berikut kita. Bersyukur sekali diriku ini karena telah diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk bertemu dengan seseorang yang sangat luar biasa seperti dirimu. Ya, kuucapkan banyak terima kasih untuk Tuhan dan juga alam semesta yang membuat segala hal seperti kebetulan semata. Padahal hal tersebut sudah di atur dalam takdirku, takdirmu, takdir kita.

Sudah ya, aku tidak ingin kembali mengingat kenangan kita. Biarkan kenangan itu berada pada tempat semestinya yaitu kenangan masa lalu. Walau bagaimanapun aku sangat berterima kasih pada semua kenangan yang telah kita bagi bersama.




#10DaysKF #WritingChallange #Day4

A Five something for This Year



Hmm, apa ya kira-kira whistlist untuk tahun ini? Satu dua hal sudah mulai masuk dalam daftar hal ‘yang harus diwujudkan’ sesegera mungkin. Mulai kembali menata hal-hal ke dalam skala prioritas, agar semua hal terkendali dan berjalan pada relnya.
Jadi di sini aku ingin berbagi, ingin bercerita sedikit tentang hal-hal yang menjadi whislistku tahun ini. Nggak mau muluk-muluk kok seperti menjadi artis Hollywood dan menikah di tahun ini(ups, keceplosan kan hahaha). Jadi, yuk kalian intip top 5 my whistlist.


1.      Menyelesaikan naskah cerita yang masih menggantung

Kalau untuk yang satu ini memang harus benar-benar mengeluarkan tenaga ekstra sepertinya. Masih sering kesusahan untuk konsisten tiap harinya menulis, lebih kepada menulis ketika sedang memiliki mood. Kalau lagi nggak mood, yasudah itu naskah ditimbun banyak-banyak dalam leptop.

2.      Berkuliah

Nah ini dia! Sejak aku lulus dari bangku SMA aku memilih untuk bekerja, namun sayang hanya 1 tahun aku bertahan untuk bekerja. Tahun 2016 hingga saat ini aku masih belum meneruskan kuliahku dan yaah banyak hal-hal yang cukup menjadi pengisi hari-hariku sebelum berkuliah. Mohon doanya saja, semoga tahun ini dapat berkuliah mengambil jurusan Sastra Jepang. Aamiin J

3.      Got a freelance job

Masih mencari sana-sini freelance yang mau menerima keahlian yang aku miliki, terlebih dalam bidang menulis. Jika saja ada yang menginginkan kemampuanku dalam mengajar anak SD atau SMP sepertinya aku sangat menyanggupi hal tersebut. Maklum umur semakin bertambah, kebutuhan pun mau tidak mau semakin bertambah jumlah dan juga uang yang harus dikeluarkan.

4.       Menambah koleksi buku

That’s one of my reason to get a job a soon as possible. Supaya aku bisa kembali mengoleksi buku-buku lagi seperti jaman SMA dulu. Aku ingin memperluas wilayah membacaku, ingin melebarkan sayap ke buku-buku yang memiliki unsur fantasy, science fiction, classic dan masih banyak buku lainnya yang sudah kusiapkan list panjang untuk segara dibeli. (Mohon bersabar, ini ujian hahaha J ).

5.      Menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya

Siapa sih yang nggak punya keinginan untuk memperbaiki diri? Sungguh, aku sedang dalam masa untuk memperbaiki diri sebaik-baiknya. Bertemu dengan orang-orang baru, tempat baru untuk disinggahi, menemukan jati diri dan mungkin mulai memikirkan masa depan(cari jodoh misalnya). Untuk jodoh mungkin belum terlalu panik ya, karena umurku saja baru di awal 20 dan baru saja jadi masih fresh from the oven. Ah iya, terima kasih untuk orang-orang yang selama ini mendukungku dalam keadaan senang maupun susah. Maafkan aku yang terkadang kekanakkan. Karena kenagan tak ‘kan lekang oleh waktu, tetap hidup dan melekat dalam kotak kenangan di dalam otak.





#10DaysKF #WritingChallange #Day3

Kamis, 19 Januari 2017

Things That make me Scream at Loud

  
   
Histeris? Terlalu senang? Ekspresif? Terbawa suasana? Apalagi, coba sebutkan! Cukuplah ya, kurasa sih. Jadi kali ini aku akan membahas tiga hal yang membuatku melonjak histeris. Apa saja ya kira-kira? Pasti jika yang sudah mengenalku lama tahu betul bahw abanyak hal yang mampu membuatku tiba-tiba berubah histeris. Tapi, bagi kalian yang belum mengenalku yuk kita lihat tiga hal apa saja yang akan membuatku histeris seketika.

1.      Jika ada seseorang yang tengah membahas drama korea, anime jepang, lagu-lagu Korea, Jepang atau barat.

Kenapa, kok bisa histeris dengan hal seperti itu? Yah karena mereka semua adalah temanku dikala semua hal terasa begitu membingungkan dan membuatku penat. Ketika kurasa semua hal tidak berjalan pada relnya, aku selalu saja mencari pelarian. Merekalah (drama, anime dan lagu) yang membuatku dapat histeris tiba-tiba, bahkan saat berada di tempat umum sekali pun.


2.      Terlalu menghayati ketika membaca novel

Maklum, untuk yang satu ini benar-benar suka susah dikendalikan. Saat membaca buku, aku selalu bisa masuk ke dalam cerita yang kubaca. Di tiap-tiap adegannya jika memang itu lucu aku akan tersenyum atau tertawa sendiri secara tiba-tiba. Saat cerita tersebut masuk ke bagian konflik aku pun berdoa agar tidak akan ada hal yang mengerikan menimpa si tokoh utama. Biarlah semua berakhir dengan bahagia dan aku pun dapat tersenyum puas setelah menutup lembaran terakhir dari novel tersebut.

3.      Jika bertemu cowok ganteng, tipe ideal dan sedang berolahraga

Hal di atas memang sangat sulit untuk tidak histeris. Bagaimana ketika kamu menemukan cowok ganteng yang merupakan tipe idealmu sedang berolahraga? Entah itu jogging, renang, basket, voli atau bersepeda?? Kurasa saat itu juga nyawaku melayang terbang menuju langit ketujuh. Aish, jadi ya gitu sih cuma histeris-histeris doang jejeritan dan endingnya curhat sama sobat. Tapi yaudah, euforianya bakal hilang seperti hembusan angin laut. 

#10DaysKF #WritingChallange #Day2

Rabu, 18 Januari 2017

Kekasihku adalah Dia




Untuk dia yang kelak akan mengisi hatiku, menjadi sosok kekasih yang dapat kusandarkan diriku pada bahunya yang kokoh.


Apa kabar kamu hari ini? Semoga  senantiasa sehat dan juga tersenyum di pagi mendung nan dingin ini. Bukankah, kita sebagai manusia biasa memiliki suatu keinginan atau bisa dibilang keegoisan sendiri? Ya, aku ini hanya wanita egois yang menginginkan hal-hal baik yang ada padamu. Bukan, bukan karena aku tidak menyukai dirimu apa adanya.

Karena cinta apa adanya itu hanyalah suatu ucapan di bibir yang mengkhianati hati. Boleh tidak, aku menuntun sedikit perubahan dari dirimu? Hanya sedikit saja, aku tidak berniat untuk merubah dirimu sepenuhnya. Karena, jika itu terjadi mungkin kamu akan pergi meninggalkanku yang sudah terlanjur jatuh hati padamu.

Apa yang kuinginkan? Benar kamu ingin tahu apa yang hati dan otakku inginkan darimu? Dengan senang hati akan kuceritakan kepadamu, tolong duduk yang manis dan perhatikan diriku saja ya.

Aku tidak suka laki-laki perokok.  Karena aku memiliki gejala asma yang terkadang kambuh. Terlepas dari sakit yang kuderita, aku tidak ingin kekasihku menyakiti dirinya sendiri dengan menghisap racun tiap kali kamu menyulut sebatang rokok.

Aku sangat menyukai laki-laki yang suka berolahraga. Aku pun sangat menyukai olahraga, entah apa pun itu. Dan aku memiliki sebuah angan-anagn dapat berolahraga bersamamu, bukankah hal sesederhana itu sangat manis?

Jangan larang aku, nasehatilah aku dengan nada-nada lembutmu. Sungguh, aku ini orang yang sangat perasa. Aku tidak suka nada-nada keras dan aku lebih suka jika kamu menasehatiku bukan malah melarangku melakukan hal-hal yang menurutmu tidak baik tapi bagiku hal itu sudah menjadi sesuatu hal yang lumrah. Lebih baik kita berdiskusi, saling bertukar apa yang menurut kita baik dan tidak.

Bukankah laki-laki itu calon imam kelak? Mari kita berjuang dari 0 sejak sekarang. Siapa yang tidak bahagia memiliki seorang kekasih yang mandiri dan juga bertanggung jawab? Aku pun menuntut hal itu darimu. Maafkan aku, sepertinya ini hal berat untuk kamu lakukan. Tapi percayalah, kamu tidak berjuang sendirian. Karena akan ada selalu aku yang senantiasa berada di sampingmu, menemani tiap langkah yang kamu ambil dan mendoakan tiap-tiap pilihan yang menjadi pilihanmu.

Terima kasih sayang, maafkan aku wanitamu yang masih tidak tahu diri ini. Menuntut banyak hal darimu bahkan kamu hanya menuntutku untuk tetap menjadi kekasih yang baik dan senantiasa bersamamu dalam keadaan apa pun.


Di sudut ruangan, 18 Januari 2017
#10DaysKF #WritingChallange #Day2

Selasa, 03 Januari 2017

HUJAN KEMARIN



Ketika pertemuanmu denganku menjadi awal dari sebuah kegelisahan tak berujung, masihkah kau ingin bertemu denganku? Atau setidaknya menyapaku ketika hari beranjak meninggalkan butiran-butiran kenangan yang kuhirup debunya dan kembali masuk memenuhi tiap ruang di rongga dadaku. Bertemu lalu berpisah seperti sepasang sejoli yang ditakdirkan bersama. Karena semua sudah memiliki konsekuensinya, begitu pun pertemuanmu dan diriku. Pertemuan tak terencana yang hanya akan berujung pada perpisahan.   

Ingatkah, kedai  kopi yang dulu sering ku datangi? Pertemuan pertama kita, awal mula terjalinnya benang-benang takdir antara dirimu dan diriku. Benang takdir yang menuntut pertanggungjawaban atas akhir dari kisahnya. Yang sampai saat ini pun masih menjadi penantian favoritku, menanti akhir yang pasti dari jalinan benang takdir antara kita. Tentang hal yang membuatku teringat akan perjumpaan pertama kita di kala hujan. Hujan yang basah, hujan yang lembab dan hujan pulalah yang mengantarkanku untuk kembali menyelami ingatan tentang kita. Menarik serta memaksaku kembali menggali kenganan yang terkubur dalam memori otakku.

 Ingat kan, kamu datang dengan kuyup dan pakaian setengah basah yang membuatmu tampak lusuh. Dengan terburu masuk ke dalam kedai, membuat semua tatapan menuju ke arah datangmu. Kamu yang cuek tidak mengindahkan tatapan tajam para pengunjung yang terganggu. Dengan terburu kamu memilih tempat duduk tepat di seberang tempat duduk yang selalu menjadi langgananku. Di sudut belakang, tempat dimana aku bisa mengamati seluruh pengunjung kedai.

Entahlah, aku hanya mengikuti intuisi yang seringnya membuatku terkejut. Terkadang perasaan deja vu memutarkan rekamannya di kepalaku, seperti sudah berabad-abad lamanya hal tersebut pernah menimpaku. Aku pun mengalihkan perhatianku kepada gelas kopi , yang sudah meraung-raung kepulan asapnya. Memintaku untuk segera menyesapnya selagi masih panas.  Sesapan pertama memang selalu menjadi daya tarik tersendiri, ketika rasa dari kopi dan latte menyerbu tenggorokanku. Getirnya kopi terobati dengan latte yang begitu milky.

 Seperti pasang surut gelombang air di lautan, begitu pula dengan keadaan kedai ini. Ada kalanya ramai begitu pun sepi dan hari ini tidak terlalu ramai seperti biasanya, hari ini kedai terlihat lengang. Hanya ada beberapa kursi yang terisi oleh muda-mudi sepertiku yang terjebak hujan. Memilih untuk singgah di kedai yang menawarkan kehangatan nyata. Bukannya berlari menembus hujan deras dengan resiko sakit sepanjang akhir pekan.   

Bodohnya aku yang selalu saja suka memandangi wajah orang yang baru kutemui. Mengamati memang salah satu kegiatan favoritku, kegiatan yang memberikanku kesempatan untuk melepas rasa jenuh akan dunia perkuliahan. Tanpa sadar tatapan kami bertemu, memberikan semacam efek kupu-kupu yang beterbangan dan juga jantungku yang memlompat-lompat tak karuan. Seketika itu pula, duniaku membeku terpaku hanya pada sosoknya. Tanpa adanya aba-aba, dia melempar senyuman jenaka. Senyuman yang jika bisa ingin kuabadikan dalam jepretan foto.

Namanya Arga, Argandanu Wibisono. Penyuka kopi hitam dan  menggambar sketsa. Banyak sketsa karyanya yang mampir di jemariku, membuatku semakin penasaran akan sosok pria dengan sketsa apiknya itu. Sketsa ibu hamil memegang tangan putrinya yang sedang berjalan-jalan di taman, sangat cantik dan menawan. Di antara sketsanya, aku paling suka dengan sketsa itu. Ya, entah kenapa ada kebahagian dan kerinduan yang tertangkap dalam sketsa tersebut. Atau mungkin, itu perasaan nyata dari si pembuat sketsa. Entahlah, karena bagiku Arga adalah kepingan-kepingan puzzle penuh misteri yang masih belum bisa kupahami. Kami pun semakin dekat, dia tahu aku penggemar latte dan juga lagu-lagu John Mayer.  

Keesokannya, seperti biasa pada jam yang sama aku menunggu Arga. Sejak bertemu dengannya, aku mengenal arti dari menunggu. Bahkan, kurelakan waktuku berjam-jam hanya untuk melihat sosoknya. Ironis memang ketika hanya sebentar waktu yang kami habiskan berdua, berbanding terbalik dengan waktu yang kuhabiskan untuk hanya menunggunya. Hingga tetesan terakhir dari latte yang kupesan, tak ada tanda-tanda bahwa dia akan datang dan memamerkan sketsa barunya padaku. Dengan berat hati aku melangkah keluar, karena aku merasa tercekik jika berlama-lama berada di dalam kedai tanpa ada kepastian akan kedatangannya. Segumpal perasaan kecewa mengiringi kepulanganku.

Siang harinya, Arga sudah duduk di kursi kesukaan kami. Dia tersenyum dan melambaikan tangannya padaku. Seolah kemari bukanlah masalah besar baginya, dia tertawa dengan nyamannya di hadapanku. Kami pun tenggelam dalam percakapan yang membawaku melupakan kekesalanku kepadanya tempo hari. “Kenapa kamu suka sekali dengan kopi hitam?” Aku bertanya padanya tiba-tiba, dia juga terkejut sesaat dan tersenyum jenaka. “Karena aku suka kamu yang meminum kopi latte” jawabmu sambil menyunggingkan senyum favoritku.

 Tiba waktunya aku disibukkan oleh aktivitas kampus yang menyita waktu, tenaga serta pikiranku. Membuatku absen dari kedai kopi selama dua minggu. Rasanya aku ingin segera mengakhirinya dan bertemu dengan Arga. Aku rindu senyum jenakanya, terlebih lagi aku merindukan skesta-sketsa indahnya tentang kehidupan. Saat semua selesai, aku bergegas menuju kedai kopi. Menemui Arga yang tengah melamun dengan tatapan nanar.

Apa saja yang kulewati selama dua minggu ini? Dia bukan Arga jenakaku.

Dia berubah. Menutup diri, membangun dinding tinggi menjulang yang sulit kudaki. Entah apa yang telah membuatnya tenggelam sebegitu dalam. Bahkan dia pun tidak lagi memamerkan sketsa-sketsanya padaku. Dia hanya diam, menyesap kopi hitamnya dan sesekali tersenyum sendu. Senyum jenaka yang membuatku hangat dan terburu untuk menantikan pertemuan berikutnya kini menghilang tergantikan dengan obrolan singkat dan hambar. Dia pergi, meninggalkan sejuta pertanyaan tak terjawab untukku. Kembali lagi aku sendiri, menyesap kopi latte di sudut kedai kopi.

Jejaknya masih bisa ku ikuti, hangatnya masih terbayang-bayang menggenggam jemariku. Hanya sosoknya yang tak lagi temani hariku. Hari demi hari beranjak menjadi minggu. Minggu membisikkan kepada bulan bahwa dia sudah berganti nama dan berlalu tanpa mau menunggu. Aku kembali membiasakan diri untuk tidak mengingat rasanya yang tertinggal di tiap sudut ruang hatiku.

Pagi itu, sepucuk surat berwarna biru. Biru, warna kesukaanku. Diantar oleh pelayan kedai kopi dan dia berkata “Mas gantengnya nitip ini sudah dari lama, tapi minta dikasihnya hari ini mba” Semua kini jelas, jutaan pertanyaan tak terjawabku hanya dijawab oleh sepucuk surat darinya. Karena hitamnya kopi kesukaanya tidak sehitam dan sepahit kehidupannya. Bukan tanpa sebab dia pergi tinggalkan aku. Karena Tuhan maha adil. Bertemu lalu berpisah, begitulah takdir yang harus kami lalui.


Aku tetap percaya dia akan kembali. Karena Arga hanya sedang berlibur dan dia akan kembali. Yakinku dalam hati. Dia bukanlah penyuka kopi hitam seperti yang kutahu. Arga yang kukenal bukanlah Argantara Syailendra. Akan tetapi Arga yang ku kenal adalah pengisi hatiku. Mas-mas berjaket lusuh yang bilang suka melihatku meminum latte. Ya, dia akan kembali. Menikmati kopi hitamnya denganku.